BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Naskah drama adalah salah satu genre karya sastra
yang sejajardengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah
dramamemiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang
didasarkanatas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo,
2003:2). Menurut Dietrich (1953:4) drama adalah cerita konflik manusia dalambentuk
dialog yang royeksikan dengan
menggunakan percakapandan actionpada pentas di hadapan Penonton (audience).
Menurut Luxemburg, drama merupakan karya
sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya
membentangkan sebuah alur (1992: 158). Seperti fiksi, drama berpusat pada satu
atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau memikul
kegagalan yang akan mereka temui nantinya sebagai tantangan dan berhadapan
dengan pemeran lainnya. Pada prinsipnya bahwasanya bahasa yang di gunakan dalam
drama haruslah menyerupai bahasa yang kita gunakan sehari-hari.
Dalam
pementasan, drama akan memberikan sebuah penafsiran kedua. Sutradara dan pemain
menafsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan versi yyang telah
ditafsirkan oleh pemain. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan
pementasannya mau tak mau membayangkan alur peristiwa diatas panggung
(Luxemburg, 1992: 158). Tema yang biasanya di usung dalam drama selalu
berkaitan dengan kehidupan manusia. Serta pesan moral yang ingin di sampaikan
oleh sang penulis drama ataupun sutradaranya kepada para penonton pada umumnya.
Konflik yang dibangun adalah rujukan atas tema yang di usung dalam suatu drama.
Menurut Prof. Dr. Herman J. Waluyo, drama adalah potret kehidupan manusia,
potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia (2002: 01). Dengan
kata lain, penonton-pembaca drama akan dengan mudah memahami dan mengerti drama
itu sendiri, karena peristiwa yang diangkat sangatlah akrab dengan
kehidupan manusia sehari-hari.
Drama
memilik unsur penunjang, yaitu; unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur yang terdapat dalam drama itu sendiri, meliputi; tema,
alur, latar, tokoh, sudut pandang, arahan panggung/ teks, dan simbol. Sedangkan
unsur ekstrinsik drama ialah unsur luar yang memengaruhi karya sastra. Dalam
penulisan ini, unsur ekstrinsik yang di bahas adalah absurdisme. Unsur tersebut
dibahas karena berkaitan dengan tema drama The Sandbox. Drama absurd yang
memiliki unsur absurdisme dan banyak simbol-simbol terhadap berbagai hal yang
berkaitan dengan tokoh dan alur ceritanya. Untuk memelajari lebih mengenai
absurdisme dan simbol-simbol absurditas dari drama The Sandbox, demikianlah
studi ini diadakan dan diberi judul
1.2 Rumusan Masalah
1)
Apa yang dimaksud dengan Drama ?
2)
Bagaimana cara berbicara dalam kegiatan dialog atau Drama
?
3)
Bagaimana Konsep Dialog/Drama?
4)
Bagaimana Persiapan Dialog/Drama?
1.3 Tujuan Penulisan
1)
Mendeskripsikan perkembangan Drama dan jenis-jenisnya
2)
Mengatahui perbedaan antara unsur Intrinsik dengan
Ekstrinsik dalam drama
3)
Membedakan antara drama dengan jenis karya sastra lainnya
4)
Menghayati watak tokoh yang akan diperankan dalam Drama
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Drama
Sebagai suatu genre sastra drama mempunyai kekhusuan dibanding
dengan genre pusi atau genre fiksi. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih
difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara kongkrit. Ketika
membaca fiksi, cerpen atau novel pembaca berhadapan dengan satu dunia rekaan
yang dibentuk berdasarkan proses imajinatif yang kemudian dipaparkan secara
naratif oleh pengarangnya. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis
pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk
dinikmati secara artistic imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti
diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak
dan perilaku kongkret yang dapat disaksikan.
Pengertian drama yang dikenal selama ini, misalnya dengan menyebut
bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan tidak
salah. Hal ini disebabkan jika ditinjau dari makna kata drama itu sendiri,
pengertian tentang drama diatas dianggap tepat. Kata drama berasal dari kata
Yunani draomai (Haryamawan, 1988, 1)
yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama
berarti perbuatan atau tindakan.
Menurut Ferdinand Brunetiere dan Balthazar Verhagen, drama adalah
kesenian yang melukiskan sikap dan sifat manusia dan harus melahirkan kehendak
manusia dengan action dan perilaku.
Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan dengan
gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresiakn secara
langsung.[1]
Menurut Brander Mathews, drama adalah konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama.
Dari beberapa pengertian drama yang telah diungkapkan tersebut
tidak terlihat rumusan yang mengarahkan pengerian drama kepada dimensi
sastranya, melainkan hanya kepada dimensi seni lakonnya saja. Padahal meskipun
drama ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan tidak berarti semua karya drama
yang ditulis harus selalu dipentaskan. Tanpa dipentaskan sekalipun, karya drama
dapat dipahami, dimengerti, dan dinikmati. Tentulah pemahaman dan kenikmatan
atas karya drama tersebut lebih pada aspek cerita sebagai ciri genre sastra,
dan bukan sebagai karya seni lakon.
2.2 Unsur – Unsur Drama
2.2.1 Unsur Instrinsik
a.
Tokoh, Peran, dan Karakter
Dalam hal penokohan, di dalamnya termasuk hal-hal yang berkaitan
dengan penamaan, pemeranaan, keadaan fisik tokoh (aspek fisikologis), keadaan
social tokoh (aspek sosiologis), serta karakter tokoh. Hal hal yang termasuk di
dalam permasalahan penokohan ini saling berhubungan dalam upaya membangun
permasalahan-permasalahan atau konflik-konflik kemanusiaan yang merupakan
persyaratan utama drama. Bahkan di dalam drama, unsur penokohan merupakan aspek
penting. Selain melalui aspek inilah aspek-aspek lain di dalam drama
dimungkinkan berkembang, unsur penokohan di dalam drama terkesan lebih tegas
dan jelas pengungkapannya dibandingkan dengan fiksi.
Pada seorang tokoh dapat dijadikan sumber data atau sinyal
informasi guna membuka selubung makna drama secara keseluruhan. Factor-faktor
yang dimaksudkan melekat langsung pada tokoh itu adalah antara lain persoalan
penamaan, peran, keadaan fisik, keadaan psikis, serta karakternya. Karena nama
tokoh merupakan suatu system di dalam drama, ia dapat membatasi mengikat, atau
mempengaruhi ruang gerak dan perilaku, sikap, peran para tokoh dalam melakukan
motif-motif untuk membangun peristiwa, kejadian, serta konflik-konflik.
Menurut Robert Scholes (dalam Junus, 1988, dan Elam, 1980), ada enam
kategori kedudukan peran drama di dalam drama yang dapat diwakili para tokoh
untuk membangun dan membentuk konflik itu[2]:
a)
Peran Lion, yaitu tokoh
atau tokoh-tokoh yang dapat dikategorikan sebagai tokoh pembawa ide. Mungkin
dengan istilah lain dapat disebut sebagai tokoh protagonist.
b)
Peran Mars, yaitu tokoh
yang menentang dan menghalangi perjuangan peran Lion.
c)
Peran Sun, yaitu tokoh apapun yang menjadi sasaran perjuangan Lion
dan juga yang ingin dapatkan Mars.
d)
Peran Earth, yaitu tokoh atau apapun yang menerima hasil perjuangan
Lion atau Mars.
e)
Peran Scale, yaitu peran yang menghakimi, memutuskan, menengahi,
atau juga menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi di dalam drama.
f)
Peran Moon, yaitu peran yang bertugas sebagai penolong.
b.
Motif, Konflik, Peristiwa, dan Alur
Pada segi pementasan unsru laku terasa lebih jelas dan kongkret
dibandingkan dengan teksnya. Hal ini menjadi lebih jelas karena unsur laku di
atas pentas merpukan tindakan pemvisualisasian. Laku dapat dipahami sebagai
gerakan atau tindakan tokoh-tokoh. Gerakan atau tindakan-tindakan para tokoh
berikutnya dapat membentuk suatu peristiwa.
Peristiwa di dalam drama, merupakan salah satu unsurnya. Sulitlah
dibayangkan sebuah karya fiksional disampaikan tanpa adanya peristiwa atau
kejadian. Dalam memahami peristiwa di dalam drama harus di sadari sepenuhnya
bahwa peristiwa tidaklah terjadi begitu saja, secara tiba-tiba atau serta
merta. Alas an tentang mengapa suatu laku atau juga suatu peristiwa terjadi
dapat disebutkan dengan istilah motif. Karena laku merupakan perwujudan drama,
maka laku atau satuan peristiwa harus dijelaskan melalui kerangka unsur dan
totalitas mengapa hal tersebut harus terjadi. Oleh sebab itu, motif merupakan
dasar laku. Menurut Oemarjati (1971:63) motif dapat muncul dari berbagai sumber
antara lain:
a.
Kecendrungan-kecendrungan dasar (basic instinct) yang dimiliki
manusia.
b.
Situasi yang melingkupi manusia, yaitu keadaan fisik dan keadaan
social.
c.
Interaksi social, yaitu rangsangan yang ditimbulkan karena hubungan
sesama manusia.
d.
Watak manusia itu sendiri, sifat-sifat intelektualnya,
emosionalnya, persepsi dan resepsi, dan ekspresif, serta social kulturalnya.
Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan
peristiwa lain disebut alur atau plot. Alur sebagai rangkaian
peristiwa-peristiwa atau sekelompok peristiwa yang saling berhubungan secara
kausalitas akan menunjukan kaitan sebab akibat. Jika hubungan kausalitas
peristiwa terputus dengan peristiwa yang lain maka dapat dikatakan bahwa alur
tersebut disebut kurang baik. Alur yang baik adalah alur yang memilih
kausalitas sesama peristiwa yang ada di dalam sebuah teks drama.
c.
Latar dan Ruang
Latar merupakan identitas permasalah drama sebagai karya
fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika
permasalah drama sudah diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan
ruang memperjelas suasana tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan
ruang dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasi permaslahan drama.
Berdasarkan kenyataan ini, maka jelaslah bahwa kedudukan latar
disamping penokohan dan alur di dalam drama sama pentingnya. Latar ikut
membangun permasalahan drama dan menciptakan konflik.
Sedangkan ruang merupakan unsur lain drama yang jelas berkaitan
dengan latar. Ruang juga meyangkut tempat dan suasana. Namun begitu, sukar
untuk menganalisis ruang tanpa menghubungkannya dengan persoalan pementasan.
d.
Penggarapan Bahasa
Di dalam sebuah
drama, dialog merupakan siatuasi bahasa utama. Pengertian penggarapan bahasa
disini bukanlah tentang dialog itu sendiri, melainkan bagaimana bahasa
dipergunakan pengarang sehingga terjadi situasi bahasa. Bagaimana bahasa
dipergunakan barangkali menyangkut tentang gaya. Mungkin lebih tepat jika yang
dimaksudkan dengan penggarapan bahasa adalah yang biasa disebut dengan style.
Gaya bahasa cenderung dikelompokan menjadi empat jenis, yaitu penegasan, pertentangan, perbandingan, dan
sindiran. Sebagaimana di dalam karya sastra lainnya, di dalam drama para
pengarang pun memanfaatkan hal ini.
2.2.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur-unsur luar adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog/
percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah
dipentaskan. Di sana akan tampak panggung, properti, tokoh, sutradara, dan
penonton.
2.3 Macam-macam Drama
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama
baru dan drama lama.[3]
1.
Drama Baru / Drama Modern
Drama
yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya
bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2.
Drama Lama / Drama Klasik
Drama
lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian,
kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan
lain sebagainya.
Macam-Macam
Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :
1.
Drama Komedi
Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
2.
Drama Tragedi
Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan.
3.
Drama Tragedi Komedi
Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4.
Opera
Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian. Sebuah drama yang mengatur musik;
terdiri dari bernyanyi dengan iringan orkestra dan orkestra overture dan
selingan .
Selain
itu, opera dapat pula diartikan sebagai Sebuah drama, tragis atau komik, di mana musik
membentuk bagian penting; sebuah drama yang seluruhnya atau sebagian
besar dinyanyikan, terdiri dari recitative, arials, chorus, duet, Trio, dll,
dengan iringan orkestra, Prelude dan selingan, bersama dengan kostum yang sesuai,
pemandangan, dan tindakan; drama lirik.[4]
5.
Lelucon / Dagelan
Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka
merangsang gelak tawa penonton.
6.
Operet / Operette
Operet adalah opera ringan yang ceritanya lebih pendek, biasanya
nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian dengan unsur roman dan satir[5]
7.
Pantomim
Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh
atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
Selain itu pantomim dapat dipahami sebagai suatu seni pertunjukan
tersendiri, disamping pantomim dapat pula dipahami sebagai disiplin ilmu yang
harus dilakukan oleh calon aktor. Jika dipahami sebagai bagian latihan
keaktoran maka pantomim merupakan salah satu kajian yang sangat diperlukan seorang
aktor. Pantomim merupakan salah satu cara yang bakal mengantar seseorang
menjadi pemeran berkualitas. Dengan memahami dan mengamalkan pantomin calon
aktor akan mampu menjadi sempurna dalam profesinya, ia setidaknya akan enak
dipandang mata jika mau berlatih pantomim.[6]
8.
Tablau
Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9.
Passie
Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10.
Wayang
Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan
lain sebagainya.
2.4 Karakteristik Drama
Sebagai sebuah karya, drama mempunyai
karakteristik khusus, yaitu berdimensi sastra pada satu sisi dan berdimensi
seni pertunjukan pada sisi yang lain. Sebagai mana yang telah disinggung pada
bagian pengertian drama, meskipun dua dimensi ini terlihat sebagai suatu yang
berbeda – karena memang berbeda – namun kedua dimensi itu akhirnya merupakan
suatu totalitas yang saling berkaitan. Dimensi yang satu mendukung dimensi yang lain demikian pula
sebaliknya.
Sebagai sebuah genre sastra, drama dibangun dan dibentuk oleh unsur
sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya, terutama fiksi. Secara umum,
sebagaimana fiksi, terdapat unsur yang membentuk dan membangun dari dalam karya
itu sendiri (Intriksi) dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang
tentunya berasal dari luar karya (ekstrinsik).
Untuk membicarakan drama harus dipahami terlebih dahulu dari sisi
apa ia ingin dibicarakan. Dari dimensi sastranya, seni pertunjukan, atau
keduanya sebagai suatu kepaduan karya drama. Untuk keperntingan analisis,
masing-masing dimensi didalam drama, apakah itu sebagai suatu dimensi sastra
atau sebagai suatu dimensi pertunjukan dapat dibicarakan secara terpisah. Sudut
untuk tolok ukur penilaian masing-masing dimensi telah ada. Satu hal yang harus
disadari, bahwa keberhasilan drama pada suatu dimensi belum menjamin pada
dimensi lain drama itu akan berhasil juga.[7]
Hakikat drama sebagai karya dua dimensi tersebut akan menyebabkan
suatu drama ditulis pengarangnya, pengarang drama tersebut sudah harus
memikirkan kemungkinan-kemungkinan pementasan, sedangkan sewaktu pementasan
sutradara tidak mungkin menghindari begitu saja dari ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalam naskah. Pada saat inilah yang dirasakan bahwa sebenarnya
dimensi sastar dan seni pertunjukan pada karya drama merupakan sesuatu yang
padu dan totalitas.
Menurut Prof. M. Atar Semi (Dalam Anatomi Sastra hal 159-161) karakteristik drama mempunyai perbedaan dengan karya sastra yang
lainnya yaitu :
1.
Drama mempunyai tiga dimensi ,yakni dimensi sastra, gerakan, dan
ujaran.
2.
Drama memberi pengaruh emosional yang lebih kuat di bandingkan
dengan karya sastra lain.
3.
Bagi sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan
menghasilkan pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca
novel.
4.
Drama disusun dengan suatu keterbasan. Ia dibatasi oleh dua
konvensi, yaitu: intensitas dan konsentrasi.
5.
Kekhususan drama yang amat penting pula adalah keterbatasan
pemain-pemain secara fisik.
6.
Drama memiliki keterbatasan pemanfaatan objek
material.
7.
Drama dapat memiliki keterbatasan bukan saja
dari segi artistik tetapi juga dari segi
kepentasan.
8.
Keterbatasan lain yang dimiliki drama
dibandingkan dengan karya sastra yang lain adalah, bahwa drama dibatasi oleh
keterbatasan intelegensi rata-rata penonton.
9.
Drama memiliki episode dan jumlah alur yang terbatas.
10.
Naskah drama merupakan suatu karya yang isinya
melalui percakapan.
2.5 Hal yang diperhatikan
dalam Drama
1.
Aktor
Seorang aktor dituntut untuk mampu memerankan tokoh cerita.
Seorang aktor dituntut untuk mampu memerankan tokoh cerita.
2.
Latar
Dalam pementasan drama, yang dimaksud latar atau setting adalah tempat yang dipakai untuk pementasan.
Dalam pementasan drama, yang dimaksud latar atau setting adalah tempat yang dipakai untuk pementasan.
3.
Kostum
Kostum atau busana pentas merupakan pakaian penunjang karakter pemain dalam menghadirkan sosok tokoh cerita.
Kostum atau busana pentas merupakan pakaian penunjang karakter pemain dalam menghadirkan sosok tokoh cerita.
4.
Tata rias (make up)
Tata rias adalah riasan wajah pemain yang
bertujuan untuk membantu pemain menghadirkan karakter tokoh cerita.
5.
Musik
Musik berfungsi untuk membangun suasana tertentu, seperti tuntutan peristiwa drama.
Musik berfungsi untuk membangun suasana tertentu, seperti tuntutan peristiwa drama.
6.
Menanggapi Hasil Pementasan
Apa yang harus ditanggapi dari hasil
pementasan? Hal-hal yang ditanggapi penonton dari sebuah pementasan, antara lain
akting, aktor, penokohan, kostum, tata rias (make-up), musik, latar, dan
penataan panggung.
2.5.1 Cara
berdialog dalam drama
Aktivitas yang
menonjol dalam memerankan drama ialah dialog antartokoh, monolog, ekspresi
mimik, gerak anggota badan, dan perpindahan letak pemain.
Pada saat
melakukan dialog ataupun monolog, aspek-aspek suprasegmental (lafal, intonasi,
nada atau tekanan dan mimik) mempunyai peranan sangat penting. Lafal yang
jelas, intonasi yang tepat, dan nada atau tekanan yang mendukung penyampaian
isi/pesan.
2.5.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam memerankan drama
1.Membaca dan Memahami Teks Drama
2.Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan
a. Dasar-dasar Bermain Peran
1. Kesadaraan indra
Sebuah
perbuatan atau laku dipastikan mempunyai alasan, begitu juga sebuah kekuatan diatas panggung
alasan-alasan perbuatan itu bukan hanya berupa konsep tetapi juga sesuatu yang
dialami secara batin. Pengalaman itu dapat terjadi karna kita mengaktifkan
indra kita: penglihatan, pendengaran, penciuman, peradaban dan pengucapan.
2. Ekspresi
Kemampuan
ekspresi merupakan hal penting dalam untuk bermain peran. Hal ini dapat
dilakukan dengan tiga tahap:
·
Mengenal diri sendiri
·
Mengobservasi orang lain
·
Melakukan interaksi dengan orang lain
Hal yang paling penting dalam memerankan drama adalah dialog. Oleh karena itu, seorang pemain harus mampu:
1.Mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.
2.Membaca dialog dengan memperhatikan kecukupan
volume suara.
3. Membaca dialog
dengan tekanan yang tepat.
3. Tekanan
Dalam
hal ini terdapat Tiga macam tekanan
yang biasa digunakan dalam melisankan
naskan drama, yakni :
1.
Tekanan dinamik
Tekanan dinamik yaitu tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata
tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok kata tersebut
terdengar lebih menonjol dari kata-kata yang lain.
2.
Tekanan tempo
Tekanan tempo yaitu tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan
memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapat tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya.
3.
Tekanan nada
Tekanan nada yaitu nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk
menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya[8].
b. Teknik Dalam Drama
1. Teknik Pengembangan
Pemain perlu memiliki kemampuan di dalam mengembangkan dialog dan
gerakkan (laku). Hal ini penting supaya pementasan berjalan tidak datar, dan
dapat memikat penonton. Tenik pengembangan dapat dicapai dengan menggunakan
pengucapan dan posisi tubuh. Teknik
ppengembangan dengan pengucapan dapat dicapai dengan:
1)Menaikan volume
suara,
2)Menaikan tinggi
nada suara,
3)Menaikan kecepatan
tempo suara,,
4)Mengurangi volume,
tinggi nada, dan kecepatan tempo suara.
Teknik pengembangan dengan posisi tubuh dapat dicapai dengan:
1)
Menaikkan tingkatan posisi tubuh,
2)
Berpaling,
3)
Berpindah tempat,
4)
Menggerakan anggota badan, dan
5)
Memainkan air muka.
Ø Improvisasi
Tujuan berlatih improvisasi adalah agar pemain memiliki ransangan spontanitas.Sepontanitas itu harus sesuai dengan tuntutan
seluruh pementasan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ø Pernapasan
Bernapas adalah proses menarik udara ke dalam paru-paru dan
mengeluarkannya.
Pernapasan berkaitan erat dengan sikap rileks. Ketegangan urat
leher dan bahu harus dihindari karena akan menggangu vokal. Dengan latihan
pernapasan teratur, ketegangan dapat dihindari sehingga akting yang wajar dan memikat dapat dicapai
a.
Teknik Pemunculan (The Technique of entrance)
Ketika
seorang pemain masuk ke dalam pentas (playing area) . Ia harus memiliki
Penguasaan diri yang telah siap untuk memberikan kesan kepada penonton tentang
Watak yang dimainkan, penonjolan figur watak, dan pembawaan postur yang
dimainkan, penonjolan figur watak,dan pembawaan postur yang menarik.
b.
Teknik memberi isi (The Technique of phrasing)
Pada prinsipnya teknik memberi isi adalah menciptakan segala gerak dan
dialog pemain menjadi berbobot. Sebagus-bagusnya dialog dalam sebuah naskah
drama, akan menjadi tidak berarti jika diucapkan pemain dengan tidak benar, dan
tidak diisi dengan penghayatan yang hidup.
c.
Teknik Bermain Drama (AKTING)
1. Teknik Muncul
Teknik muncul adalah cara seorang pemain tampil pertama kali ke
pentas yaitu saat masuk ke panggung telah ada tokoh lain, atau ia masuk bersama
tokoh lain.
2. Teknik Memberi Isi
Kalimat ”Engkau harus pergi!” mempunyai banyak nuansa.
Ucapan tulus mengungkap keikhlasan atau simpati, sedangkan ucapan kejengkelan
atau kemarahan tentu bernada lain. Nuansa tercipta melalui tekanan ucapan yang
telah dijelaskan di muka (tekanan dinamik, tekanan nada,dan tekanan tempo).
3. Teknik Pengembangan
Teknik pengembangan berkait dengan daya kreativitas pemeran,
sutradara, dan bagian estetis.
d. Pengembangan Gesture
Pengembangan gesture
dapat dicapai dengan lima cara:
1)
Menaikkan posisi tubuh
Menaikkan posisi tubuh berarti ada gerakan baik dari
menunduk-menengadah, tangan terkulai menjadi teracung, berbaring-duduk-berdiri,
atau berdiri di lantai-kursi-meja.
2)
Berpaling
Berpaling mempunyai arti yang spesifik dalam pengembangan dialog:
tubuh atau kepala.
3)
Berpindah tempat
Berpindah tempat dapat terjadi dari kiri-kanan, depan-belakang,
bawah-atas. Tentu, harus ada alasan yang kuat mengapa harus berpindah
4)
Gerakan
Gerakan anggota
tubuh: melambai, ,mengembangkan jari-jari, mengepal, menghentakkan kaki, atau
gerakan lain seturut dengan luapan emosi. Ada tiga kategori melakukan gerakan:
a) gerakan dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata,
b) gerakan dilakukan sebelum kata diucapkan,
c) gerakan dilakukan sesudah
kata diucapkan.
5)
Mimik
Perubahan wajah
atau mimik mencerminkan perkembangan emosi.Tanpa penghayatan dan penjiwaan
tidak mungkinlah timbul dorongan dari dalam atau perasaan-perasaan.
2.5.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan dialog drama
1)
Penggunaan bahasa, baik secara pelafalan maupun intonasi, harus
relevan. Logat yang diucapkan hendaknya disesuaikan dengan asal suku atau
daerah, usia, atau status sosial tokoh yang diperankan.
2)
Ekspresi tubuh dan mimik muka harus disesuaikan dengan dialog. Bila
dialog menyatakan kemarahan, maka ekspresi tubuh dan mimik pun harus
menunjukkan rasa marah.
3)
Untuk lebih menghidupkan suasana dan menjadikan dialog lebih wajar
dan alamiah, para pemain dapat melakukan improvisasi di luar naskah.
2.6 Menciptakan
Peran
Seorang
pemain meletakkan dirinya di tempat tokoh berada. Dia memiliki
pengalaman-pengalaman psikologis si tokoh. Akibat-akibat dari pengalaman
tersebut, si pemain tertransformasi; dia bertingkah laku seperti dia merasakan
apa yang dirasakan si tokoh. Dari proses empati itu suatu keajaiban “turut
merasakan” muncul ke permukaan, dan pemain menjadi versi dirinya sendiri yang
cocok dan sesuai dengan realita kehidupan si tokoh.
Segi teknis karakterisasi dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1)
Ciri fisik
2)
Ciri sosial
3)
Ciri psikologis
4)
Ciri moral
Hal-hal berikut dapat membantu untuk menciptakan peran:
1.
Kumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh pemeran dalam pementasan
2.
Kumpulkan sifat-sifat tokoh, termasuk sifat yang paling menonjol
3.
Carilah ucapan atau dialog tokoh yang memperkuat karakternya
4.
Ciptakan gerakan mimik atau gesture yang mampu mengekspresikan watak tokoh
5.
Ciptakan intonasi yang sesuai dengan karakter tokoh
6.
Rancanglah garis permainan tokoh untuk mlihat perubahan dan perkembangan karakter tokoh
7. Ciptakan blocking dan internalisasi dalam diri sehingga yang
berperilaku adalah tokoh yang diperankan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sebagai
suatu genre asatra, drama mempunyai kekhususan dibanding genre puisi ataupun
genre prosa. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk
karya yang bereaksi langsung secara konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan
drama dutulis pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan
peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya,
namun mesti diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu
penampilan gerak dan prilaku konkret yang dapat disaksikan.
DAFTAR PUSTAKA
WS,Hasanuddin. 1996. DRAMA KARYA DALAM DUA DIMENSI.Bandung : Angkasa
Siti sahara, Dialog
dan Drama dalam www.perismatikilmu.blogspot.com di unduh tanggal 08 oktober 2012
Amareta
Pawilia, Pengertian Drama,Sandiwara,Film,Sinetron,Opera dan
Operet dalam http://amareta-pawilia.blogspot.com diunduh pada 16 oktober 2012
Vumietake, Pengertian Seni Tari, Pantonim dan Senam dalam http://vumietake.blog.com diunduh tanggal 16 oktober 2012
Iswantara, Nur. 2004. Teater tak pernah usai. Semarang : Indra Pustaka Utama
Sitanggang, srh. 1997. Citra Manusia dalam Drama Indonesia Modern 1969-1980.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
[1] Drs. Hasanuddin WS, M.Hum. DRAMA
KARYA DALAM DUA DIMENSI. (Bandung: Angkasa 1996) hlm. 2
[2] Ibid. hlm. 81
[3] Siti sahara,Dialog dan Drama,dalam
www.perismatikilmu.blogspot.com
di unduh tanggal 08 oktober 2012 pukul 11.00
[4] Amareta Pawilia,Pengertian
Drama,Sandiwara,Film,Sinetron,Opera dan Operet,http://amareta-pawilia.blogspot.com,
diunduh pada 16 oktober 2012 pukul 14.04
[5] ibid
[6] Vumietake,pengertian seni
tari,pantonim dan senam,http://vumietake.blog.com
diunduh tanggal 16 oktober 2012 pukul 14.20
[7] Ibid. hlm. 9
[8] Siti sahara,Dialog dan Drama,dalam
www.perismatikilmu.blogspot.com
di unduh tanggal 08 oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar