Translate

Kamis, 22 November 2012

Drama dan Dialog




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Naskah drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajardengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah dramamemiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkanatas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003:2). Menurut Dietrich (1953:4) drama adalah cerita konflik manusia dalambentuk dialog yang  royeksikan dengan menggunakan percakapandan actionpada pentas di hadapan  Penonton (audience).
 Menurut Luxemburg, drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur (1992: 158). Seperti fiksi, drama berpusat pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau memikul kegagalan yang akan mereka temui nantinya sebagai tantangan dan berhadapan dengan pemeran lainnya. Pada prinsipnya bahwasanya bahasa yang di gunakan dalam drama haruslah menyerupai bahasa yang kita gunakan sehari-hari.
Dalam pementasan, drama akan memberikan sebuah penafsiran kedua. Sutradara dan pemain menafsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan versi yyang telah ditafsirkan oleh pemain. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya mau tak mau membayangkan alur peristiwa diatas panggung (Luxemburg, 1992: 158). Tema yang biasanya di usung dalam drama selalu berkaitan dengan kehidupan manusia. Serta pesan moral yang ingin di sampaikan oleh sang penulis drama ataupun sutradaranya kepada para penonton pada umumnya. Konflik yang dibangun adalah rujukan atas tema yang di usung dalam suatu drama. Menurut Prof. Dr. Herman J. Waluyo, drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia (2002: 01). Dengan kata lain, penonton-pembaca drama akan dengan mudah memahami dan mengerti drama itu sendiri, karena peristiwa yang diangkat sangatlah akrab dengan kehidupan manusia sehari-hari.
Drama memilik unsur penunjang, yaitu; unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang terdapat dalam drama itu sendiri, meliputi; tema, alur, latar, tokoh, sudut pandang, arahan panggung/ teks, dan simbol. Sedangkan unsur ekstrinsik drama ialah unsur luar yang memengaruhi karya sastra. Dalam penulisan ini, unsur ekstrinsik yang di bahas adalah absurdisme. Unsur tersebut dibahas karena berkaitan dengan tema drama The Sandbox. Drama absurd yang memiliki unsur absurdisme dan banyak simbol-simbol terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan tokoh dan alur ceritanya. Untuk memelajari lebih mengenai absurdisme dan simbol-simbol absurditas dari drama The Sandbox, demikianlah studi ini diadakan dan diberi judul

1.2 Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan Drama ?
2)      Bagaimana cara berbicara dalam kegiatan dialog atau Drama ?
3)      Bagaimana Konsep Dialog/Drama?
4)      Bagaimana Persiapan Dialog/Drama?

1.3 Tujuan Penulisan
1)      Mendeskripsikan perkembangan Drama dan jenis-jenisnya
2)      Mengatahui perbedaan antara unsur Intrinsik dengan Ekstrinsik dalam drama
3)      Membedakan antara drama dengan jenis karya sastra lainnya
4)      Menghayati watak tokoh yang akan diperankan dalam Drama


BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Drama
Sebagai suatu genre sastra drama mempunyai kekhusuan dibanding dengan genre pusi atau genre fiksi. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara kongkrit. Ketika membaca fiksi, cerpen atau novel pembaca berhadapan dengan satu dunia rekaan yang dibentuk berdasarkan proses imajinatif yang kemudian dipaparkan secara naratif oleh pengarangnya. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistic imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan perilaku kongkret yang dapat disaksikan.
Pengertian drama yang dikenal selama ini, misalnya dengan menyebut bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia yang dipentaskan tidak salah. Hal ini disebabkan jika ditinjau dari makna kata drama itu sendiri, pengertian tentang drama diatas dianggap tepat. Kata drama berasal dari kata Yunani draomai (Haryamawan, 1988, 1) yang berarti berbuat, berlaku, bertindak, bereaksi, dan sebagainya, jadi drama berarti perbuatan atau tindakan.
Menurut Ferdinand Brunetiere dan Balthazar Verhagen, drama adalah kesenian yang melukiskan sikap dan sifat manusia dan harus melahirkan kehendak manusia dengan action dan perilaku. Sedangkan pengertian drama menurut Moulton adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak, drama adalah menyaksikan kehidupan manusia yang diekspresiakn secara langsung.[1] Menurut Brander Mathews, drama adalah konflik dari sifat manusia merupakan  sumber pokok drama.
Dari beberapa pengertian drama yang telah diungkapkan tersebut tidak terlihat rumusan yang mengarahkan pengerian drama kepada dimensi sastranya, melainkan hanya kepada dimensi seni lakonnya saja. Padahal meskipun drama ditulis dengan tujuan untuk dipentaskan tidak berarti semua karya drama yang ditulis harus selalu dipentaskan. Tanpa dipentaskan sekalipun, karya drama dapat dipahami, dimengerti, dan dinikmati. Tentulah pemahaman dan kenikmatan atas karya drama tersebut lebih pada aspek cerita sebagai ciri genre sastra, dan bukan sebagai karya seni lakon.
2.2 Unsur – Unsur Drama
2.2.1 Unsur Instrinsik
a.    Tokoh, Peran, dan Karakter
Dalam hal penokohan, di dalamnya termasuk hal-hal yang berkaitan dengan penamaan, pemeranaan, keadaan fisik tokoh (aspek fisikologis), keadaan social tokoh (aspek sosiologis), serta karakter tokoh. Hal hal yang termasuk di dalam permasalahan penokohan ini saling berhubungan dalam upaya membangun permasalahan-permasalahan atau konflik-konflik kemanusiaan yang merupakan persyaratan utama drama. Bahkan di dalam drama, unsur penokohan merupakan aspek penting. Selain melalui aspek inilah aspek-aspek lain di dalam drama dimungkinkan berkembang, unsur penokohan di dalam drama terkesan lebih tegas dan jelas pengungkapannya dibandingkan dengan fiksi.
Pada seorang tokoh dapat dijadikan sumber data atau sinyal informasi guna membuka selubung makna drama secara keseluruhan. Factor-faktor yang dimaksudkan melekat langsung pada tokoh itu adalah antara lain persoalan penamaan, peran, keadaan fisik, keadaan psikis, serta karakternya. Karena nama tokoh merupakan suatu system di dalam drama, ia dapat membatasi mengikat, atau mempengaruhi ruang gerak dan perilaku, sikap, peran para tokoh dalam melakukan motif-motif untuk membangun peristiwa, kejadian, serta konflik-konflik.
Menurut Robert Scholes (dalam Junus, 1988, dan Elam, 1980), ada enam kategori kedudukan peran drama di dalam drama yang dapat diwakili para tokoh untuk membangun dan membentuk konflik itu[2]:
a)        Peran Lion, yaitu tokoh atau tokoh-tokoh yang dapat dikategorikan sebagai tokoh pembawa ide. Mungkin dengan istilah lain dapat disebut sebagai tokoh protagonist.
b)        Peran Mars, yaitu tokoh yang menentang dan menghalangi perjuangan peran Lion.
c)         Peran Sun, yaitu tokoh apapun yang menjadi sasaran perjuangan Lion dan juga yang ingin dapatkan Mars.
d)        Peran Earth, yaitu tokoh atau apapun yang menerima hasil perjuangan Lion atau Mars.
e)         Peran Scale, yaitu peran yang menghakimi, memutuskan, menengahi, atau juga menyelesaikan konflik dan permasalahan yang terjadi di dalam drama.
f)         Peran Moon, yaitu peran yang bertugas sebagai penolong.

b.   Motif, Konflik, Peristiwa, dan Alur
Pada segi pementasan unsru laku terasa lebih jelas dan kongkret dibandingkan dengan teksnya. Hal ini menjadi lebih jelas karena unsur laku di atas pentas merpukan tindakan pemvisualisasian. Laku dapat dipahami sebagai gerakan atau tindakan tokoh-tokoh. Gerakan atau tindakan-tindakan para tokoh berikutnya dapat membentuk suatu peristiwa.
Peristiwa di dalam drama, merupakan salah satu unsurnya. Sulitlah dibayangkan sebuah karya fiksional disampaikan tanpa adanya peristiwa atau kejadian. Dalam memahami peristiwa di dalam drama harus di sadari sepenuhnya bahwa peristiwa tidaklah terjadi begitu saja, secara tiba-tiba atau serta merta. Alas an tentang mengapa suatu laku atau juga suatu peristiwa terjadi dapat disebutkan dengan istilah motif. Karena laku merupakan perwujudan drama, maka laku atau satuan peristiwa harus dijelaskan melalui kerangka unsur dan totalitas mengapa hal tersebut harus terjadi. Oleh sebab itu, motif merupakan dasar laku. Menurut Oemarjati (1971:63) motif dapat muncul dari berbagai sumber antara lain:
a.         Kecendrungan-kecendrungan dasar (basic instinct) yang dimiliki manusia.
b.        Situasi yang melingkupi manusia, yaitu keadaan fisik dan keadaan social.
c.         Interaksi social, yaitu rangsangan yang ditimbulkan karena hubungan sesama manusia.
d.        Watak manusia itu sendiri, sifat-sifat intelektualnya, emosionalnya, persepsi dan resepsi, dan ekspresif, serta social kulturalnya.
Hubungan antara satu peristiwa atau sekelompok peristiwa dengan peristiwa lain disebut alur atau plot. Alur sebagai rangkaian peristiwa-peristiwa atau sekelompok peristiwa yang saling berhubungan secara kausalitas akan menunjukan kaitan sebab akibat. Jika hubungan kausalitas peristiwa terputus dengan peristiwa yang lain maka dapat dikatakan bahwa alur tersebut disebut kurang baik. Alur yang baik adalah alur yang memilih kausalitas sesama peristiwa yang ada di dalam sebuah teks drama.
c.       Latar dan Ruang
Latar merupakan identitas permasalah drama sebagai karya fiksionalitas yang secara samar diperlihatkan penokohan dan alur. Jika permasalah drama sudah diketahui melalui alur atau penokohan, maka latar dan ruang memperjelas suasana tempat, serta waktu peristiwa itu berlaku. Latar dan ruang dalam drama memperjelas pembaca untuk mengidentifikasi permaslahan drama.
Berdasarkan kenyataan ini, maka jelaslah bahwa kedudukan latar disamping penokohan dan alur di dalam drama sama pentingnya. Latar ikut membangun permasalahan drama dan menciptakan konflik.
Sedangkan ruang merupakan unsur lain drama yang jelas berkaitan dengan latar. Ruang juga meyangkut tempat dan suasana. Namun begitu, sukar untuk menganalisis ruang tanpa menghubungkannya dengan persoalan pementasan.
d.       Penggarapan Bahasa
Di dalam sebuah drama, dialog merupakan siatuasi bahasa utama. Pengertian penggarapan bahasa disini bukanlah tentang dialog itu sendiri, melainkan bagaimana bahasa dipergunakan pengarang sehingga terjadi situasi bahasa. Bagaimana bahasa dipergunakan barangkali menyangkut tentang gaya. Mungkin lebih tepat jika yang dimaksudkan dengan penggarapan bahasa adalah yang biasa disebut dengan style.
Gaya bahasa cenderung dikelompokan menjadi empat jenis, yaitu penegasan, pertentangan, perbandingan, dan sindiran. Sebagaimana di dalam karya sastra lainnya, di dalam drama para pengarang pun memanfaatkan hal ini.



2.2.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur-unsur luar adalah unsur yang tampak, seperti adanya dialog/ percakapan. Namun, unsur-unsur ini bisa bertambah ketika naskah sudah dipentaskan. Di sana akan tampak panggung, properti, tokoh, sutradara, dan penonton.
2.3 Macam-macam Drama
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.[3]
1.    Drama Baru / Drama Modern
Drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada mesyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari.
2.    Drama Lama / Drama Klasik
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi  Kandungan Cerita :
1.         Drama Komedi
       Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik    penuh keceriaan.
2.         Drama Tragedi
       Drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih   penuh kemalangan.
3.         Drama Tragedi Komedi
       Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
4.         Opera
       Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian. Sebuah drama yang mengatur musik; terdiri dari bernyanyi dengan iringan orkestra dan orkestra overture dan selingan .
            Selain itu, opera dapat pula diartikan sebagai  Sebuah drama, tragis atau komik, di mana musik membentuk bagian penting; sebuah drama yang seluruhnya atau  sebagian besar dinyanyikan, terdiri dari recitative, arials, chorus, duet, Trio, dll, dengan iringan orkestra, Prelude dan selingan, bersama dengan kostum yang sesuai, pemandangan, dan tindakan; drama lirik.[4]
5.         Lelucon / Dagelan
       Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
6.         Operet / Operette
       Operet adalah opera ringan yang ceritanya lebih pendek, biasanya nyanyian dan dialog disuguhkan secara bergantian dengan unsur roman dan satir[5]
7.         Pantomim
       Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
       Selain itu pantomim dapat dipahami sebagai suatu seni pertunjukan tersendiri, disamping pantomim dapat pula dipahami sebagai disiplin ilmu yang harus dilakukan oleh calon aktor. Jika dipahami sebagai bagian latihan keaktoran maka pantomim merupakan salah satu kajian yang sangat diperlukan seorang aktor. Pantomim merupakan salah satu cara yang bakal mengantar seseorang menjadi pemeran berkualitas. Dengan memahami dan mengamalkan pantomin calon aktor akan mampu menjadi sempurna dalam profesinya, ia setidaknya akan enak dipandang mata jika mau berlatih pantomim.[6]
8.         Tablau
       Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi             oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
9.         Passie
       Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
10.     Wayang
       Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.

2.4 Karakteristik Drama
Sebagai sebuah karya, drama mempunyai karakteristik khusus, yaitu berdimensi sastra pada satu sisi dan berdimensi seni pertunjukan pada sisi yang lain. Sebagai mana yang telah disinggung pada bagian pengertian drama, meskipun dua dimensi ini terlihat sebagai suatu yang berbeda – karena memang berbeda – namun kedua dimensi itu akhirnya merupakan suatu totalitas yang saling berkaitan. Dimensi yang satu mendukung dimensi yang lain demikian pula sebaliknya.
Sebagai sebuah genre sastra, drama dibangun dan dibentuk oleh unsur sebagaimana terlihat dalam genre sastra lainnya, terutama fiksi. Secara umum, sebagaimana fiksi, terdapat unsur yang membentuk dan membangun dari dalam karya itu sendiri (Intriksi) dan unsur yang mempengaruhi penciptaan karya yang tentunya berasal dari luar karya (ekstrinsik).
Untuk membicarakan drama harus dipahami terlebih dahulu dari sisi apa ia ingin dibicarakan. Dari dimensi sastranya, seni pertunjukan, atau keduanya sebagai suatu kepaduan karya drama. Untuk keperntingan analisis, masing-masing dimensi didalam drama, apakah itu sebagai suatu dimensi sastra atau sebagai suatu dimensi pertunjukan dapat dibicarakan secara terpisah. Sudut untuk tolok ukur penilaian masing-masing dimensi telah ada. Satu hal yang harus disadari, bahwa keberhasilan drama pada suatu dimensi belum menjamin pada dimensi lain drama itu akan berhasil juga.[7]
Hakikat drama sebagai karya dua dimensi tersebut akan menyebabkan suatu drama ditulis pengarangnya, pengarang drama tersebut sudah harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan pementasan, sedangkan sewaktu pementasan sutradara tidak mungkin menghindari begitu saja dari ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam naskah. Pada saat inilah yang dirasakan bahwa sebenarnya dimensi sastar dan seni pertunjukan pada karya drama merupakan sesuatu yang padu dan totalitas.
Menurut Prof. M. Atar Semi (Dalam Anatomi Sastra hal 159-161) karakteristik drama mempunyai perbedaan dengan karya sastra yang lainnya yaitu :
1.        Drama mempunyai tiga dimensi ,yakni dimensi sastra, gerakan, dan ujaran.
2.        Drama memberi pengaruh emosional yang lebih kuat di bandingkan dengan karya sastra lain.
3.        Bagi sebagian besar orang, menonton drama lebih menyenangkan dan menghasilkan pengalaman yang lebih lama diingat dibandingkan dengan membaca novel.
4.        Drama disusun dengan suatu keterbasan. Ia dibatasi oleh dua konvensi, yaitu: intensitas dan konsentrasi.
5.        Kekhususan drama yang amat penting pula adalah keterbatasan pemain-pemain secara fisik.
6.        Drama memiliki keterbatasan pemanfaatan objek material.
7.        Drama dapat memiliki keterbatasan bukan saja dari segi artistik tetapi juga dari segi kepentasan.
8.        Keterbatasan lain yang dimiliki drama dibandingkan dengan karya sastra yang lain adalah, bahwa drama dibatasi oleh keterbatasan intelegensi rata-rata penonton.
9.        Drama memiliki episode dan jumlah alur yang terbatas.
10.    Naskah drama merupakan suatu karya yang isinya melalui percakapan.

2.5 Hal yang diperhatikan dalam Drama
1.        Aktor
Seorang aktor dituntut untuk mampu memerankan tokoh cerita.
2.        Latar
Dalam pementasan drama, yang dimaksud latar atau setting adalah tempat yang dipakai untuk pementasan. 
3.        Kostum
Kostum atau busana pentas merupakan pakaian penunjang karakter pemain dalam menghadirkan sosok tokoh cerita.
4.        Tata rias (make up)
       Tata rias adalah riasan wajah pemain yang bertujuan untuk membantu pemain menghadirkan karakter tokoh cerita.
5.        Musik
Musik berfungsi untuk membangun suasana tertentu, seperti tuntutan peristiwa drama.
6.        Menanggapi Hasil Pementasan
       Apa yang harus ditanggapi dari hasil pementasan? Hal-hal yang ditanggapi penonton dari sebuah pementasan, antara lain akting, aktor, penokohan, kostum, tata rias (make-up), musik, latar, dan penataan panggung.

2.5.1 Cara berdialog dalam drama                
Aktivitas yang menonjol dalam memerankan drama ialah dialog antartokoh, monolog, ekspresi mimik, gerak anggota badan, dan perpindahan letak pemain.
Pada saat melakukan dialog ataupun monolog, aspek-aspek suprasegmental (lafal, intonasi, nada atau tekanan dan mimik) mempunyai peranan sangat penting. Lafal yang jelas, intonasi yang tepat, dan nada atau tekanan yang mendukung penyampaian isi/pesan.
2.5.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memerankan drama
1.Membaca dan Memahami Teks Drama
2.Menghayati Watak Tokoh yang akan Diperankan  
a. Dasar-dasar Bermain Peran
1. Kesadaraan indra  
Sebuah perbuatan atau laku dipastikan mempunyai alasan,  begitu juga sebuah kekuatan diatas panggung alasan-alasan perbuatan itu bukan hanya berupa konsep tetapi juga sesuatu yang dialami secara batin. Pengalaman itu dapat terjadi karna kita mengaktifkan indra kita: penglihatan, pendengaran, penciuman, peradaban dan pengucapan.
2. Ekspresi
Kemampuan ekspresi merupakan hal penting dalam untuk bermain peran. Hal ini dapat dilakukan dengan tiga tahap:
·   Mengenal diri sendiri
·   Mengobservasi orang lain
·   Melakukan interaksi dengan orang lain
   Hal yang paling penting dalam memerankan drama adalah dialog. Oleh  karena itu, seorang pemain harus mampu:
1.Mengucapkan dialog dengan lafal yang jelas.
2.Membaca dialog dengan memperhatikan  kecukupan volume suara.
3. Membaca dialog dengan tekanan yang tepat.
3. Tekanan
Dalam hal ini terdapat Tiga macam tekanan yang biasa digunakan dalam melisankan naskan drama, yakni :
1.    Tekanan dinamik 
Tekanan dinamik yaitu tekanan yang diberikan terhadap kata atau kelompok kata tertentu dalam kalimat, sehingga kata atau kelompok                 kata tersebut terdengar  lebih menonjol dari kata-kata yang lain.



2.     Tekanan tempo
Tekanan tempo yaitu tekanan pada kata atau kelompok kata tertentu dengan jalan memperlambat pengucapannya. Kata yang mendapat    tekanan tempo diucapkan seperti mengeja suku katanya.
3.     Tekanan nada
          Tekanan nada yaitu nada lagu yang diucapkan secara berbeda-beda untuk menunjukkan perbedaan keseriusan orang yang mengucapkannya[8].

b. Teknik Dalam Drama
1.  Teknik Pengembangan
          Pemain perlu memiliki kemampuan di dalam mengembangkan dialog dan gerakkan (laku). Hal ini penting supaya pementasan berjalan tidak datar, dan dapat memikat penonton. Tenik pengembangan dapat dicapai dengan menggunakan pengucapan dan posisi tubuh. Teknik  ppengembangan dengan pengucapan dapat dicapai dengan:
1)Menaikan volume suara,
2)Menaikan tinggi nada suara,
3)Menaikan kecepatan tempo suara,,
4)Mengurangi volume, tinggi nada, dan kecepatan tempo suara.
Teknik pengembangan dengan posisi tubuh dapat dicapai dengan:
1)        Menaikkan tingkatan posisi tubuh,
2)        Berpaling,
3)        Berpindah tempat,
4)        Menggerakan anggota badan, dan
5)        Memainkan air muka.
Ø  Improvisasi
 Tujuan berlatih improvisasi adalah agar pemain  memiliki     ransangan spontanitas.Sepontanitas itu harus sesuai dengan tuntutan seluruh pementasan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Ø  Pernapasan
 Bernapas adalah proses menarik udara ke dalam paru-paru dan mengeluarkannya.
    Pernapasan berkaitan erat dengan sikap rileks. Ketegangan urat leher dan bahu harus dihindari karena akan menggangu vokal. Dengan latihan pernapasan teratur, ketegangan dapat dihindari sehingga akting yang   wajar dan memikat dapat dicapai
a.      Teknik Pemunculan (The Technique of entrance)
       Ketika seorang pemain masuk ke dalam pentas (playing area) . Ia harus memiliki Penguasaan diri yang telah siap untuk memberikan kesan kepada penonton tentang Watak yang dimainkan, penonjolan figur watak, dan pembawaan postur yang dimainkan, penonjolan figur watak,dan pembawaan postur yang menarik.
b.      Teknik memberi isi (The Technique of phrasing)
      Pada prinsipnya teknik memberi isi adalah menciptakan segala gerak dan dialog pemain menjadi berbobot. Sebagus-bagusnya dialog dalam sebuah naskah drama, akan menjadi tidak berarti jika diucapkan pemain dengan tidak benar, dan tidak diisi dengan penghayatan yang hidup.

c.       Teknik Bermain Drama (AKTING)
1. Teknik Muncul
Teknik muncul adalah cara seorang pemain tampil pertama kali ke pentas yaitu saat masuk ke panggung telah ada tokoh lain, atau ia masuk bersama tokoh lain.
2. Teknik Memberi Isi
Kalimat ”Engkau harus pergi!” mempunyai banyak nuansa. Ucapan tulus mengungkap keikhlasan atau simpati, sedangkan ucapan kejengkelan atau kemarahan tentu bernada lain. Nuansa tercipta melalui tekanan ucapan yang telah dijelaskan di muka (tekanan dinamik, tekanan nada,dan tekanan tempo).
3. Teknik Pengembangan
Teknik pengembangan berkait dengan daya kreativitas pemeran, sutradara, dan bagian estetis.
d.  Pengembangan Gesture
Pengembangan gesture dapat dicapai dengan lima  cara:
1)      Menaikkan posisi tubuh
Menaikkan posisi tubuh berarti ada gerakan baik dari menunduk-menengadah, tangan terkulai menjadi teracung, berbaring-duduk-berdiri, atau berdiri di lantai-kursi-meja. 
2)      Berpaling
Berpaling mempunyai arti yang spesifik dalam pengembangan dialog: tubuh atau kepala.


3)      Berpindah tempat
Berpindah tempat dapat terjadi dari kiri-kanan, depan-belakang, bawah-atas. Tentu, harus ada alasan yang kuat mengapa harus berpindah              
4)      Gerakan
Gerakan anggota tubuh: melambai, ,mengembangkan jari-jari, mengepal, menghentakkan kaki, atau gerakan lain seturut dengan luapan emosi. Ada tiga kategori melakukan gerakan:
a) gerakan dilakukan bersamaan dengan pengucapan kata,
b) gerakan dilakukan sebelum kata diucapkan,
 c) gerakan dilakukan sesudah kata diucapkan.
5)      Mimik
Perubahan wajah atau mimik mencerminkan perkembangan emosi.Tanpa penghayatan dan penjiwaan tidak mungkinlah timbul dorongan dari dalam atau perasaan-perasaan.

2.5.3 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyampaikan dialog drama
1)      Penggunaan bahasa, baik secara pelafalan maupun intonasi, harus relevan. Logat yang diucapkan hendaknya disesuaikan dengan asal suku atau daerah, usia, atau status sosial tokoh yang diperankan.
2)      Ekspresi tubuh dan mimik muka harus disesuaikan dengan dialog. Bila dialog menyatakan kemarahan, maka ekspresi tubuh dan mimik pun harus menunjukkan rasa marah.
3)      Untuk lebih menghidupkan suasana dan menjadikan dialog lebih wajar dan alamiah, para pemain dapat melakukan improvisasi di luar                naskah.

2.6 Menciptakan Peran
                Seorang pemain meletakkan dirinya di tempat tokoh berada. Dia memiliki pengalaman-pengalaman psikologis si tokoh. Akibat-akibat dari pengalaman tersebut, si pemain tertransformasi; dia bertingkah laku seperti dia merasakan apa yang dirasakan si tokoh. Dari proses empati itu suatu keajaiban “turut merasakan” muncul ke permukaan, dan pemain menjadi versi dirinya sendiri yang cocok dan sesuai dengan realita kehidupan si tokoh.
Segi teknis karakterisasi dapat dibagi menjadi empat, yaitu : 

1)        Ciri fisik
2)        Ciri sosial 
3)      Ciri psikologis
4)      Ciri moral


Hal-hal berikut dapat membantu untuk menciptakan peran:
1.      Kumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh pemeran           dalam pementasan
2.      Kumpulkan sifat-sifat tokoh, termasuk sifat yang paling menonjol
3.      Carilah ucapan atau dialog tokoh yang memperkuat karakternya
4.      Ciptakan gerakan mimik atau gesture yang mampu mengekspresikan       watak tokoh
5.      Ciptakan intonasi yang sesuai dengan karakter tokoh
6.      Rancanglah garis permainan tokoh untuk mlihat perubahan dan   perkembangan karakter tokoh
7.      Ciptakan blocking dan internalisasi dalam diri sehingga yang berperilaku            adalah tokoh yang diperankan.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
               Sebagai suatu genre asatra, drama mempunyai kekhususan dibanding genre puisi ataupun genre prosa. Kesan dan kesadaran terhadap drama lebih difokuskan kepada bentuk karya yang bereaksi langsung secara konkret. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama dutulis pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajinatif oleh para pembacanya, namun mesti diteruskan untuk kemungkinan dapat dipertontonkan dalam suatu penampilan gerak dan prilaku konkret yang dapat disaksikan.


DAFTAR PUSTAKA

WS,Hasanuddin. 1996. DRAMA KARYA DALAM DUA DIMENSI.Bandung :  Angkasa
Siti sahara, Dialog dan Drama dalam www.perismatikilmu.blogspot.com di unduh tanggal 08 oktober 2012
Amareta Pawilia, Pengertian Drama,Sandiwara,Film,Sinetron,Opera dan Operet dalam http://amareta-pawilia.blogspot.com diunduh pada 16 oktober 2012
Vumietake, Pengertian Seni Tari, Pantonim dan Senam dalam http://vumietake.blog.com diunduh tanggal 16 oktober 2012
Iswantara, Nur. 2004. Teater tak pernah usai. Semarang :  Indra Pustaka Utama
Sitanggang, srh. 1997. Citra Manusia dalam Drama Indonesia Modern 1969-1980. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


[1] Drs. Hasanuddin WS, M.Hum. DRAMA KARYA DALAM DUA DIMENSI. (Bandung: Angkasa 1996) hlm. 2
[2] Ibid. hlm. 81
[3] Siti sahara,Dialog dan Drama,dalam www.perismatikilmu.blogspot.com di unduh tanggal 08 oktober 2012 pukul 11.00
[4] Amareta Pawilia,Pengertian Drama,Sandiwara,Film,Sinetron,Opera dan Operet,http://amareta-pawilia.blogspot.com, diunduh pada 16 oktober 2012 pukul 14.04
[5] ibid
[6] Vumietake,pengertian seni tari,pantonim dan senam,http://vumietake.blog.com diunduh tanggal 16 oktober 2012 pukul 14.20
[7] Ibid. hlm. 9
[8] Siti sahara,Dialog dan Drama,dalam www.perismatikilmu.blogspot.com di unduh tanggal 08 oktober 2012